Selasa, 05 Januari 2016

Tugas Etika Bisnis tentang PHK dan Unjuk Rasa



Pendahuluan
Dalam dunia usaha kita sering mendengar kata PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Di indonesia sendiri PHK ini diatur dalam UU RI No. 13 Tahun 2003, di dalam UU tersebut di jelaskan aturan-aturan mengenai PHK. PHK saat ini menjadi momok besar yang sangat menakutkan bagi para karyawan yang cemas akan nasibnya yang akan diberhentikan dari pekerjaannya. PHK tersebut dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak. Jadi, PHK merupakan proses keberlangsungan perusahaan.

Contoh Kasus
4 Tahun Bekerja Buruh PT Spinmill Indah Industry Masih Berstatus Kontrak
Solidaritas.net, Tangerang – PT Spinmill Indah Industry yang beralamat di Jl Raya Aria Santika, No. 55 RT 6 Rw 2, Pasir Nangka, Tiga Raksa, Kabupaten Tangerang, telah mempekerjakan buruh kontrak selama satu sampai empat tahun. Atas dasar hal itu, ratusan buruh mendemo perusahaan yang memproduksi benang ini, Senin (28/12/2015).
Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Garment, tekstile, kulit dan Sentra Industri (FSB GARTEKS) PT Spinmill Indah Industry melakukan aksi di depan perusahaan. Pihak perusahaan menghalangi aksi massa dengan menutup halaman perusahaan menggunakan pagar besi, sehingga massa terpaksa melakukan aksi mogok kerja dipinggir jalan.
Aksi baru bisa dilakukan di halaman perusahaan setelah terjadi negosiasi antara pihak serikat buruh, perusahaan dan kepolisian dari Polsek Tigaraksa. Usai melakukan aksinya di perusahaan, massa buruh kemudian melanjutkan aksinya menuju kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tangerang untuk melakukan perundingan bipartit. Walaupun begitu, belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
Untuk diketahui, PT Spinmill telah mempekerjakan buruh kontrak melebihi ketentuan yang tercantum dalam UU No.13/2003 pasal 59 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004. Apabila merujuk pada peraturan tersebut, seharusnya para buruh sudah berstatus PKWTT (Tetap).
Ketua PUK Garteks SBSI PT Spinmill, Didik Supriyadi mengatakan, dengan mempekerjakan buruh selama satu sampai empat tahun maka perusahaan juga telah melanggar pasal 10 Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Kata Dia, meskipun Disnaker setempat sudah menegasakn PKB tersebut, perusahaan ini masih saja membangkang
“Kita minta karyawan kontrak yang ada diangkat menjadi karyawan tetap. Kami juga minta agar karyawan Spinmill yang habis kontrak dan dipindahkan ke perusahaan pemborong diberikan pesangon sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan,” ujarnya kepada Solidaritas.net, Kamis (31/12/2015).
Dari informasi yang berkembang, sebanyak 25 orang dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat melakukan aksi demo.
Para pengusaha menggunakan buruh kontrak secara terus-menerus, sekalipun tidak sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku, demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Mereka tidak perlu terbebani dengan pembayaran pesangon seperti halnya jika menggunakan menggunakan buruh permanen. Di sisi lain, buruh yang tidak mendapatkan kepastian kerja ini memiliki posisi tawar yang rendah di pabrik. Banyak kasus, buruh menerima saja syarat-syarat kerja pengusaha asalkan dapat bekerja.

Teori
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Analisis
Menururt pendapat saya, secara etika bisnis dalam kasus PT Spinmill Indah Industry melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 25 orang karena melakukan aksi demo merupakan keputusan yang menguntungkan sepihak. Mengingat PT Spinmill Indah Industry telah mempekerjakan buruh kontrak melebihi ketentuan yang tercantum dalam UU No.13/2003 pasal 59 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 yang  seharusnya para buruh sudah berstatus PKWTT (Tetap). Dengan kata lain perusahaan tersebut telah “mengeksploitas” para buruh demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan memiliki posisi tawar yang rendah di pabrik. Seharusnya perusahaan tersebut mengikuti aturan yang berlaku dan permintaan para karyawan dipenuhi sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Referensi

Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com