Pendahuluan
Dalam dunia usaha kita sering mendengar kata
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Di indonesia sendiri PHK ini diatur dalam UU RI
No. 13 Tahun 2003, di dalam UU tersebut di jelaskan aturan-aturan mengenai PHK.
PHK saat ini menjadi momok besar yang sangat menakutkan bagi para karyawan yang
cemas akan nasibnya yang akan diberhentikan dari pekerjaannya. PHK tersebut dapat
terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis
kontrak. Jadi, PHK merupakan proses keberlangsungan perusahaan.
Contoh Kasus
4
Tahun Bekerja Buruh PT Spinmill Indah Industry Masih Berstatus Kontrak
Solidaritas.net,
Tangerang – PT Spinmill Indah Industry yang beralamat di Jl Raya Aria Santika,
No. 55 RT 6 Rw 2, Pasir Nangka, Tiga Raksa, Kabupaten Tangerang, telah
mempekerjakan buruh kontrak selama satu sampai empat tahun. Atas dasar hal itu,
ratusan buruh mendemo perusahaan yang memproduksi benang ini, Senin
(28/12/2015).
Ratusan
massa aksi yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Garment, tekstile, kulit
dan Sentra Industri (FSB GARTEKS) PT Spinmill Indah Industry melakukan aksi di
depan perusahaan. Pihak perusahaan menghalangi aksi massa dengan menutup
halaman perusahaan menggunakan pagar besi, sehingga massa terpaksa melakukan
aksi mogok kerja dipinggir jalan.
Aksi
baru bisa dilakukan di halaman perusahaan setelah terjadi negosiasi antara
pihak serikat buruh, perusahaan dan kepolisian dari Polsek Tigaraksa. Usai
melakukan aksinya di perusahaan, massa buruh kemudian melanjutkan aksinya
menuju kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tangerang untuk
melakukan perundingan bipartit. Walaupun begitu, belum ada kesepakatan antara
kedua belah pihak.
Untuk
diketahui, PT Spinmill telah mempekerjakan buruh kontrak melebihi ketentuan
yang tercantum dalam UU No.13/2003 pasal 59 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004. Apabila merujuk
pada peraturan tersebut, seharusnya para buruh sudah berstatus PKWTT (Tetap).
Ketua
PUK Garteks SBSI PT Spinmill, Didik Supriyadi mengatakan, dengan mempekerjakan
buruh selama satu sampai empat tahun maka perusahaan juga telah melanggar pasal
10 Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Kata Dia, meskipun Disnaker setempat sudah
menegasakn PKB tersebut, perusahaan ini masih saja membangkang
“Kita
minta karyawan kontrak yang ada diangkat menjadi karyawan tetap. Kami juga
minta agar karyawan Spinmill yang habis kontrak dan dipindahkan ke perusahaan
pemborong diberikan pesangon sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan,”
ujarnya kepada Solidaritas.net, Kamis (31/12/2015).
Dari
informasi yang berkembang, sebanyak 25 orang dikenai Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) akibat melakukan aksi demo.
Para
pengusaha menggunakan buruh kontrak secara terus-menerus, sekalipun tidak
sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku, demi mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya. Mereka tidak perlu terbebani dengan pembayaran pesangon
seperti halnya jika menggunakan menggunakan buruh permanen. Di sisi lain, buruh
yang tidak mendapatkan kepastian kerja ini memiliki posisi tawar yang rendah di
pabrik. Banyak kasus, buruh menerima saja syarat-syarat kerja pengusaha asalkan
dapat bekerja.
Teori
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini
dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis
kontrak.
Analisis
Menururt pendapat saya, secara etika bisnis
dalam kasus PT Spinmill Indah Industry melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
kepada 25 orang karena melakukan aksi demo merupakan keputusan yang
menguntungkan sepihak. Mengingat PT Spinmill Indah Industry telah mempekerjakan
buruh kontrak melebihi ketentuan yang tercantum dalam UU No.13/2003 pasal 59
dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
KEP. 100/MEN/VI/2004 yang seharusnya
para buruh sudah berstatus PKWTT (Tetap). Dengan kata lain perusahaan tersebut telah
“mengeksploitas” para buruh demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan memiliki
posisi tawar yang rendah di pabrik. Seharusnya perusahaan tersebut mengikuti
aturan yang berlaku dan permintaan para karyawan dipenuhi sebagaimana diatur
dalam UU Ketenagakerjaan.
Referensi
